Pembelajaran
Berdiferensiasi
Ririn
Kurniasih, S.Pd.AUD
TK Pertiwi
Sedayu I Kecamatan Pracimantoro
CGP Angkatan 4
Kabupaten Wonogiri
Menurut
Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk
menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar
individu setiap murid. Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah
berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32
orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk
murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran
berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan
yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang.
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang
dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan
yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1. Kurikulum
yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan
hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
2. Bagaimana
guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan
menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid
tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang
berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
3. Bagaimana
mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan
bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga
memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk
mereka di sepanjang prosesnya.
4. Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang
memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga
walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan
secara efektif.
5. Penilaian
berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan
dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan
murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih
dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
Pembelajaran
berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Tomlinson (2001) dalam
bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability
Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar
murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek, yaitu:
1. Kesiapan
belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah
tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar
dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan
dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Contoh perspektif kesiapan belajar:
a) Bersifat
mendasar - Bersifat transformatif
Saat
murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, mereka akan membutuhkan informasi
pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami
ide tersebut. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka
kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari
ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan
ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru.
b) Konkret
– Abstrak
Guru
mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka
masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak
mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
c) Sederhana
- Kompleks
Beberapa
murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi
pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi
pada satu waktu.
d) Terstruktur
- Open Ended
Kadang-kadang
murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka,
namun di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas
mereka.
e) Tergantung
(dependent) - Mandiri (Independent)
Beberapa
murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
f) Lambat
– Cepat
Beberapa
murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu
bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang.
Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak
waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.
2. Minat
merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu
situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap
murid tentunya akan berbeda-beda. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak
hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga
dapat membantu mereka menemukan minat baru.
3. Profil
Belajar Murid mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling
baik belajar. Sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung
memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri, padahal kita
tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Profil belajar murid terkait
dengan banyak faktor, diantaranya adalah:
a) Preferensi
terhadap lingkungan belajar, contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat
belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.
b) Pengaruh
Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
c) Preferensi
gaya belajar. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
1) visual:
belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan
diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer);
2) auditori:
belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan
keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);
3) kinestetik:
belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan
hands on, dsb)
Perlu
diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid,
tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang
memperhatikan dengan seksama hasil penilaian, perilaku murid atau terbiasa
mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui
kebutuhan belajar murid-muridnya.
Alasan
Mengapa Pembelajaran Berdiferensiasi Dapat Berhasil:
1. Pembelajaran
Berdiferensiasi lebih bersifat proaktif. Guru akan selalu berasumsi bahwa murid
yang berbeda memiliki kebutuhan yang berbeda dan secara proaktif merencanakan
pembelajaran yang menyediakan berbagai cara untuk mengekspresikan dan mencapai
tujuan pembelajaran.
2. Pembelajaran
Berdiferensiasi lebih bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Banyak guru
secara salah berasumsi bahwa mendiferensiasi pembelajaran berarti memberi
beberapa murid lebih banyak pekerjaan untuk dilakukan, dan yang lainnya lebih
sedikit. Menyesuaikan jumlah tugas biasanya akan kurang efektif daripada
mengubah sifat tugas.
3. Pembelajaran
Berdiferensiasi berakar pada penilaian. Penilaian tidak lagi didominasi sesuatu
yang terjadi pada akhir unit untuk menentukan "siapa yang
mendapatkannya." penilaian diagnostik secara rutin akan dilakukan saat
unit dimulai. Di sepanjang unit pembelajaran, guru menilai tingkat kesiapan,
minat, dan pendekatan belajar yang digunakan murid dan kemudian merancang
pengalaman belajar berdasarkan pemahaman terbaru dan terbaik tentang kebutuhan
murid.
4. Pembelajaran
Berdiferensiasi menggunakan beberapa pendekatan terhadap konten, proses, dan
produk. Dengan membedakan ketiga elemen ini, guru menawarkan pendekatan berbeda
terhadap apa yang dipelajari murid, bagaimana mereka mempelajarinya, dan
bagaimana mereka menunjukkan apa yang telah mereka pelajari. Kesamaan dari
pendekatan yang berbeda ini adalah bahwa semuanya dibuat untuk mendorong
pertumbuhan semua murid dalam usaha mereka mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
5. Pembelajaran
berdiferensiasi berpusat pada murid. pembelajaran tersebut berhasil mengundang
murid untuk terlibat, relevan, dan menarik bagi murid.
6. Pembelajaran
berdiferensiasi merupakan perpaduan dari pembelajaran seluruh kelas, kelompok
dan individual. Ditandai oleh irama berulang dari melakukan persiapan kelas,
mengulas kembali, dan berbagi, yang kemudian diikuti oleh kesempatan untuk
eksplorasi individu atau kelompok kecil, ekstensi, dan produksi.
7. Pembelajaran
berdiferensiasi bersifat "organik" dan dinamis. Murid dan guru
sama-sama pembelajar. Guru mungkin tahu lebih banyak tentang materi pelajaran,
namun mereka juga terus belajar tentang bagaimana murid mereka belajar.
Kolaborasi yang berkelanjutan dengan murid diperlukan untuk memperbaiki peluang
belajar agar efektif untuk setiap murid.
Pembelajaran
Berdiferensiasi ini selaras dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan
pendidikan yaitu: “menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu
hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya
kekuatan kodrat anak”.
Implementasi merdeka
belajar, salah satunya adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Jika
ditinjau dari sudut pandang Ki Hadjar Dewantara, pembelajaran berdiferensiasi
memiliki kesamaan dalam hal teknis, diantaranya pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang
menekankan bahwa guru harus menuntun kodrat anak agar sebagai manusia mencapai
kebahagiaan. Pemikiran Ki Hadjar yang Humanis dengan berpusat pada manusia
sebagai mahluk yang bebas/ merdeka. Agar siswa menjadi apa yang diharapkan oleh
Ki Hadjar maka guru harus menjadi fasilitator dengan menyesuaikan pada
pemenuhan kebutuhan belajar siswa.
|
Pembelajaran berdiferensiasi pada murid TK Pertiwi Sedayu I
menggunakan media lost part dengan kegiatan membuat berbagai bentuk menggunakan
daun, kerikil, tutup botol, dan daun. |