Senin, 04 April 2022

2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Modul 2.2 - Pembelajaran Sosial Emosional

Ririn Kurniasih, S.Pd.AUD

TK Pertiwi Sedayu I Kecamatan Pracimantoro

CGP Angkatan 4 Kabupaten Wonogiri


Apakah kita (seorang guru) pernah merasa sulit bekerja dengan optimal, sulit berkonsentrasi saat bersama murid di kelas, merasa kurang sabar saat berkomunikasi dengan orang tua murid. Belum lagi, dengan tugas mengajar di depan kelas, mengoreksi pekerjaan murid dan memberikan umpan balik, menghadiri rapat, dan berbagai tugas sebagai wali kelas atau panitia kegiatan sekolah sudah antri untuk dikerjakan. Selain itu seorang guru juga dibutuhkan untuk mendampingi dan membimbing tumbuh kembang murid.

Selain guru, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, hubungan dengan teman sebaya, mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, dan lain-lain.

Untuk menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik guru maupun murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat mengelola kehidupan personal maupun sosialnya.  Pembelajaran di sekolah harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek kognitif, fisik, sosial dan emosional.

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional, dengan tujuan:

1.    Memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)

2.    Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3.    Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4.    Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)

5.    Membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Pendidikan Sosial Emosional dikembangkan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (mindfullness). Menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) Kesadaran penuh (mindfulness) dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness).

Kesadaran penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing); latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba kita.  Kegiatan-kegiatan di atas juga dapat diawali dengan cara yang paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.

Salah satu latihan untuk membangun kondisi kesadaran penuh (mindfulness) adalah teknik STOP.

Stop (berhenti)

Take a deep breathe (tarik napas dalam)

Observe (amati tubuh, perasaan, dan pikiran)

Proceed (lanjutkan kegiatan)

Menurut Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Pada saat menghadapi kondisi menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan oleh murid dengan hadir secara penuh.  Guru akan memilih untuk bertanya pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada guru. Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan, nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik.

Kompetensi yang dapat dikembangakan dalam pembelajaran sosial emosional adalah:

1.    Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi

Dengan latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.

2.    Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi dan Fokus untuk Mencapai Tujuan

Dengan latihan teknik STOP, otak terlatih untuk berpikir terlebih dahulu, merencanakan respons sehingga memungkinkan perilaku yang penuh perhatian. Hal ini dapat membantu kita untuk fokus kembali pada apa yang kita kerjakan.

3.    Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati

Keterampilan berempati merupakan keterampilan yang membantu seseorang memiliki hubungan yang hangat dan lebih positif dengan orang lain. Karena empati mengarahkan kita untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon orang lain.

4.    Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi Konflik

Komunikasi positif yang dilandasi rasa saling menghargai akan dapat memperkuat rasa percaya dan relasi yang ada.

5.    Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab

Selain mampu membuat pilihan keputusan, seseorang yang memiliki kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

Ruang lingkup pembelajaran sosial emosional:

1.    Rutin (di luar waktu belajar akademik)

2.    Terintegrasi dalam mata pelajaran (diskusi, penugasan kerja kelompok)

3.    Protokol (menjadi budaya atau aturan sekolah)

Materi Pembelajaran sosial emosional ini sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi memerlukan pemahaman dari seorang guru pada karakteristik murid dan bagaimana seorang guru memetakan kemampuan siswa sesuai bakat minat mereka. Hal tersebut membuat seorang guru mengenal murid lebih mendalam secara emosional. Oleh karena itu dalam penerapannya di dalam pembelajaran guru juga tentunya dapat menerapkan kompetensi-kompetensi yang terdapat dalam pembelajaran sosial emosional dengan baik. Hal ini dapat dilihat misalnya jika menemui murid yang dinilai tidak disiplin guru tidak langsung marah namun guru dapat menerapkan kompetensi empati dan mengendalikan diri. Melalui pengenalan karakteristik murid, guru dapat menerapkan empati dengan mendengarkan alasan murid tersebut. Maka guru juga bisa menerapkan kompetensi pengambilan keputusan secara bertanggung jawab sesuai dengan alasan yang telah di kemukakan siswa tersebut, kenapa tidak disiplin. Contoh lain dalam pembelajaran berdiferensiasi dengan kompetensi sosial emosional pada murid Taman Kanak-kanak adalah pada kegiatan membilang gambar kelopak bunga sesuai dengan kebutuhan belajar kesiapan belajar (beberapa murid sudah bisa membilang 1-20, beberapa lagi baru mampu membilang 1-10) dengan lembar kerja yang berbeda namun tetap berada dalam satu meja dengan pensil warna bergantian. Hal ini telah mengajarkan kompetensi sosial emosional kesadaran sosial.

Kegiatan membilang gambar kelopak bunga sesuai dengan kesiapan belajar murid



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HUT IGTKI-PGRI KE-73, RIRIN: "TINGKATKAN KREATIVITAS DAN KEKOMPAKAN" 22 Mei 2023 Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia Kecamatan...