Ririn Kurniasih, S.Pd.AUD
TK
Pertiwi Sedayu I Kecamatan Pracimantoro
CGP
Angkatan 4 Kabupaten Wonogiri
Apakah
kita (seorang guru) pernah merasa sulit bekerja dengan optimal, sulit berkonsentrasi
saat bersama murid di kelas, merasa kurang sabar saat berkomunikasi dengan
orang tua murid. Belum lagi, dengan tugas mengajar di depan kelas, mengoreksi
pekerjaan murid dan memberikan umpan balik, menghadiri rapat, dan berbagai
tugas sebagai wali kelas atau panitia kegiatan sekolah sudah antri untuk
dikerjakan. Selain itu seorang guru juga dibutuhkan untuk mendampingi dan
membimbing tumbuh kembang murid.
Selain
guru, murid-murid pun mengalami situasi yang sama. Mereka dihadapkan dengan
berbagai tantangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan
perkembangan dirinya. Selain tugas-tugas akademik, mereka juga harus mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, hubungan dengan teman sebaya,
mencapai kemandirian dan tanggung jawab diri dalam keluarga dan masyarakat, dan
lain-lain.
Untuk
menghadapi berbagai situasi dan tantangan yang kompleks ini, baik guru maupun
murid membutuhkan berbagai bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan agar dapat
mengelola kehidupan personal maupun sosialnya. Pembelajaran di sekolah
harus dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, baik aspek
kognitif, fisik, sosial dan emosional.
Pembelajaran
Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh
seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang
dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai aspek sosial dan emosional, dengan tujuan:
1. Memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
2. Menetapkan
dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
3. Merasakan
dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
4. Membangun
dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
5. Membuat
keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Pendidikan
Sosial Emosional dikembangkan menggunakan pendekatan kesadaran penuh (mindfullness).
Menurut Kabat - Zinn (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) Kesadaran penuh (mindfulness)
dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan
perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang dilandasi rasa ingin tahu
(tanpa menghakimi) dan kebaikan (The awareness that arises when we pay
attention, on purpose, in the present moment, with curiosity and kindness).
Kesadaran
penuh (mindfulness) dapat dilatih dan ditumbuhkan. Artinya, kita dapat melatih
kemampuan untuk memberikan perhatian yang berkualitas pada apa yang kita
lakukan. Kegiatan-kegiatan seperti latihan menyadari napas (mindful breathing);
latihan bergerak sadar (mindful movement), yaitu bergerak yang disertai
kesadaran tentang intensi dan tujuan gerakan; latihan berjalan sadar (mindful
walking) dengan menyadari gerakan tubuh saat berjalan, dan berbagai kegiatan
sehari-hari yang mengasah indera (sharpening the senses) dengan melibatkan
mata, telinga, hidung, indera perasa, sensori di ujung jari, dan sensori peraba
kita. Kegiatan-kegiatan di atas juga dapat diawali dengan cara yang
paling sederhana yaitu dengan menyadari napas.
Salah satu
latihan untuk membangun kondisi kesadaran penuh (mindfulness) adalah teknik
STOP.
Stop
(berhenti)
Take a
deep breathe (tarik napas dalam)
Observe
(amati tubuh, perasaan, dan pikiran)
Proceed
(lanjutkan kegiatan)
Menurut
Hawkins (2017), latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun
keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi
dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Pada saat menghadapi kondisi
menantang, misalnya pada saat seorang guru berhadapan dengan perilaku murid
yang dinilai tidak disiplin, mekanisme kerja otak akan mengarahkan diri untuk
berhenti, menarik napas panjang, memberikan waktu untuk memahami apa yang
dirasakan diri sendiri, apa nilai-nilai diri yang diyakini, memunculkan
empati untuk memahami situasi yang terjadi, mencari tahu apa yang dirasakan
oleh murid dengan hadir secara penuh. Guru akan memilih untuk bertanya
pada murid tersebut untuk memahami apa yang terjadi. Respon guru yang
berkesadaran penuh akan dapat membangun koneksi dan rasa percaya murid pada
guru. Di sisi lain, lingkungan belajar dan suasana belajar yang kondusif akan
membantu tumbuhnya kesadaran diri murid tentang perasaan, kekuatan, kelemahan,
nilai-nilai yang dimiliki dengan lebih baik.
Kompetensi
yang dapat dikembangakan dalam pembelajaran sosial emosional adalah:
1. Kesadaran Diri - Pengenalan Emosi
Dengan
latihan mengenali emosi dalam kesadaran penuh sebelum merespon, kita dapat
meningkatkan kemampuan kita merespon secara lebih baik. Hal ini bukan hanya berdampak
pada well-being diri kita, tetapi dapat membantu kita menjadi role-model bagi
pengembangan kompetensi sosial dan emosional murid-murid di sekolah.
2. Pengelolaan Diri – Mengelola Emosi dan Fokus untuk
Mencapai Tujuan
Dengan
latihan teknik STOP, otak terlatih untuk berpikir terlebih dahulu, merencanakan
respons sehingga memungkinkan perilaku yang penuh perhatian. Hal ini dapat
membantu kita untuk fokus kembali pada apa yang kita kerjakan.
3. Kesadaran Sosial - Keterampilan Berempati
Keterampilan
berempati merupakan keterampilan yang membantu seseorang memiliki hubungan yang
hangat dan lebih positif dengan orang lain. Karena empati mengarahkan kita
untuk mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, melainkan juga belajar merespon
orang lain.
4. Keterampilan Berelasi – Kerja Sama dan Resolusi
Konflik
Komunikasi
positif yang dilandasi rasa saling menghargai akan dapat memperkuat rasa
percaya dan relasi yang ada.
5. Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Selain
mampu membuat pilihan keputusan, seseorang yang memiliki kemampuan pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi atas
keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak
sesuai yang diharapkan.
Ruang
lingkup pembelajaran sosial emosional:
1. Rutin (di
luar waktu belajar akademik)
2. Terintegrasi
dalam mata pelajaran (diskusi, penugasan kerja kelompok)
3. Protokol
(menjadi budaya atau aturan sekolah)
Materi Pembelajaran sosial emosional ini sangat erat kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi memerlukan pemahaman dari seorang guru pada karakteristik murid dan bagaimana seorang guru memetakan kemampuan siswa sesuai bakat minat mereka. Hal tersebut membuat seorang guru mengenal murid lebih mendalam secara emosional. Oleh karena itu dalam penerapannya di dalam pembelajaran guru juga tentunya dapat menerapkan kompetensi-kompetensi yang terdapat dalam pembelajaran sosial emosional dengan baik. Hal ini dapat dilihat misalnya jika menemui murid yang dinilai tidak disiplin guru tidak langsung marah namun guru dapat menerapkan kompetensi empati dan mengendalikan diri. Melalui pengenalan karakteristik murid, guru dapat menerapkan empati dengan mendengarkan alasan murid tersebut. Maka guru juga bisa menerapkan kompetensi pengambilan keputusan secara bertanggung jawab sesuai dengan alasan yang telah di kemukakan siswa tersebut, kenapa tidak disiplin. Contoh lain dalam pembelajaran berdiferensiasi dengan kompetensi sosial emosional pada murid Taman Kanak-kanak adalah pada kegiatan membilang gambar kelopak bunga sesuai dengan kebutuhan belajar kesiapan belajar (beberapa murid sudah bisa membilang 1-20, beberapa lagi baru mampu membilang 1-10) dengan lembar kerja yang berbeda namun tetap berada dalam satu meja dengan pensil warna bergantian. Hal ini telah mengajarkan kompetensi sosial emosional kesadaran sosial.
Kegiatan membilang gambar kelopak bunga sesuai dengan
kesiapan belajar murid |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar